
31 Juli, 2007 01:16
30 Juli, 2007 23:59
28 Juli, 2007 10:41
23 Juli, 2007 03:49
- Lihat fasad rumahnya. "Gaya arsitektumya harus jelas," ujar Sasanto, pimpinan konsultan desain dan kontraktor Indodesign.
- Untuk atap, pilihlah rumah yang bentuk atapnya sederhana, guna menghindari kesan ramai. Usahakan kemiringan atap lebih dari 30 derajad agar memantulkan sinar matahari lebih sempurna.
- Bila dinding depan memakai ornamen batu alam, pilihlah yang berwarna terang dan bertekstur halus.
- Memiliki bukaan yang cukup, agar sinar matahari dan udara lancar masuk ke dalam rumah.
- Layout ruangannya simple, tidak banyak menggunakan pembatas yang solid.
- Minimal tinggi Plafon 3 m dan lantainya datar. *estate
Memilih Rumah Minimalis
Setelah melihat beragam model rumah minimalis, barangkali Anda bertanya. Apakah harus memilih rumah yang atapnya beton atau genteng? Atau pilih yang jendela kacanya besar-besar dan beragam pertanyaan lain.
Menurut Bambang Eryudhawan, Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) DKI Jakarta, model minimalis yang baik adalah yang sesuai dengan iklim tropis. Gaya minimalis tapi tetap punya atap. Selain itu dalam memilih jangan hanya terpikat pada keindahan fasadnya.
Yang terpenting dicermati adalah lay-out ruangnya: apakah sesuai dengan iklim Indonesia atau tidak. "Secantik-cantiknya fasad rumah, kalau layout-nya tidak cocok dengan kebutuhan, jangan dipaksakan," katanya.
Yang ideal ruang-ruangnya fungsional, hubungan antar-ruang terkoordinasi dengan baik, udara bisa mengalir lancar ke dalam rumah, begitu pula sinar matahari pagi. Jadi, keberadaan bukaan dan ventilasi udara penting pada rumah minimalis.
Selain itu kalau hujan rumah tidak tampias atau bocor, pada musim kemarau rumah tidak panas. Pastikan juga dinding rumah tidak banyak terkena sinar matahari langsung. Pasalnya, menurut Imelda Akmal, Principal Imelda Akmal Architecture Writer, dinding tembok menyerap panas pada siang hari, dan dilepas pada malam hari. Karena itu rumah yang temboknya banyak terkena sinar matahari langsung, terasa panas pada siang dan malam hari. *estate
Apa saja yang perlu diperhatikan ?
Pilih ruko di dalam perumahan yang sudah banyak dihuni karena kemungkinan besar akan ramai dan mudah disewakan. Kalau bisa posisinya di blok yang banyak dilalui pengunjung. Memang, harganya lebih mahal namun lebih hidup dan lebih mudah memerkirakan dagangan yang layak dibuka.
Kalau ruko di luar perumahan, lihat potensi pengunjung dari daerah sekitarnya, dan apakah mudah diakses dari banyak penjuru dengan kendaraan pribadi atau angkutan umum? Pada areal ruko yang jumlah unitnya sedikit cermati juga soal legalitas, keamanan, kebersihan, dan parkirnya. Para pemilik ruko harus sudah menyepakati penanganan ketiga hal terakhir.
Keamanan tidak hanya mencakup soal kriminal tapi juga kebakaran, gempa dan lain-lain. Bila salah satu pemilik tidak peduli, yang lain akan dirugikan. Cermati harga ruko yang dibeli, rasional atau tidak. Untuk itu bandingkan harga ruko sekelas dalam satu kawasan. Misalnya, ruko di BSD dengan ruko di Regensi Melati Mas.
Cara lain, lihat tarif sewanya. Yang normal sewa ruko sekitar 8 persen dari harga jual. Jadi, kalau harganya Rp1 miliar, sewanya Rp80 juta per tahun. Bila dagangan yang dibuka masih bisa menutup biaya sewa itu, berarti harga ruko masih rasional. Kecuali kaiau Anda sekaligus akan menghuninya, kalkulasi itu boleh diabaikan. Tak ada salahnya menghubungi broker profesional untuk mengetahui pasaran harga ruko setempat. *estate
dari Bahan Keramik
Karena perkakas keramik ini diproduksi secara manual, Anda tidak akan menemukan produk yang sama persis. Karena itu telitilah kehalusan pengerjaannya.
Periksa juga finishing keramik yang akan Anda beli. Pilihlah yang halus finishing-nya sesuai dengan selera Anda.
Rawat perkakas keramik dengan baik. Perawatan cukup mudah, cukup dicuci atau disikat dengan sabun.
Keramik dengan pembakaran yang lama pada suhu tinggi tidak mudah retak jika terkena air panas. Berbeda jika pembakarannya hanya dilakukan sebentar dan dengan suhu rendah.
sumber : *estate
Modern Tropic & Rumah Minimalis
Tropikal Modern dan Minimalis Makin Diminati
Apa yang perlu dilakukan untuk keluar dari persoalan DKI Jakarta yang pikuk, macet, dan polusif? Pertanyaan ini suka mengemuka dalam percakapan warga Ibu Kota yang lelah melihat kotanya makin ruwet.
Warga yang kaya raya membeli rumah 3.000 sampai 8.000 meter di pusat kota, menanam ratusan pohon besar kecil, membuat kolam renang, air mancur, dan desain rumah atraktif. Ada pula yang ingin lebih praktis dan menjaga privacy dengan membeli apartemen papan atas seharga satu juta dollar AS (Rp 9,2 miliar) per unit, membeli rumah bandar di kawasan (masih) hijau, dan sebagainya, wah.
Adapun warga kelas menengah ke atas yang hendak menikmati kesenyapan kota cukup dengan membeli rumah di tepi Ibu Kota, dengan harga Rp 1,5 miliar sampai Rp 2,5 miliar per unit. Luas tanah, tak kecil juga, mencapai 1.500 meter. Dengan areal sebesar itu, mereka bisa membangun kolam renang ukuran kecil, kolam ikan koi, menanam setidak-tidaknya 30 pohon besar, dan puluhan tanaman hias.
Hal pokok yang hendak diraih, begitu tiba di rumah, mereka dapat melepas lelah sepenuhnya. Pagi hari berolahraga ringan, duduk rileks sambil baca koran di taman rindang di tepi kolam renang, mendengar kicau burung, mandi, lalu berangkat ke kantor. Pulang ke rumah, musik masih dapat dinikmati, tentu juga bercengkerama dengan keluarga dalam suasana yang nyaman.
Gaya rumah yang kini sangat disukai warga adalah rumah bergaya tropikal modern, minimalis atau gabungan antara minimalis dan tropikal modern. Yang disebut terakhir kini lebih banyak disukai karena warga tidak perlu terlalu ekstrem condong ke tropikal dan ke gaya minimalis. Mereka bisa menggabungkan dua gaya rumah tersebut dalam satu kesatuan yang utuh.
Harry P, praktisi hukum di Jakarta, salah seorang yang memilih rumah dengan gabungan gaya tropikal modern dan minimalis itu. Membeli rumah di perumahan yang menekankan lingkungan di pinggir DKI Jakarta, Harry menginginkan suasana nyaman ketika berada di rumah. Ia ingin rileks sepenuhnya setelah seharian bekerja di kawasan pikuk Jakarta.
Kolumnis dan pengajar di beberapa perguruan tinggi ini menyatakan tidak memilih minimalis murni karena ia tidak ingin rumahnya tampak terlampau "bersih". Harry tidak ingin pula jendela terlampau lurus rata yang membuat matahari sepenuh-penuhnya masuk ke rumahnya.
Sebaliknya, ia juga tidak ingin rumahnya "fanatik" ke tropikal modern murni sebagaimana tren dua tahun terakhir ini. Ia tidak ingin rumahnya lekat dengan bukaan lebar, penuh bahan alam, dan aneka perlindungan jendela dan pintu.
Jalan tengah yang dirasakan lebih baik adalah membangun rumah dengan menggabungkan dua gaya yang sedang tren, yakni minimalis dan tropikal modern. Pilihan ini membuat ia bisa memetik beberapa unsur minimalis dan sejumlah ciri tropikal modern sekaligus.
Jadilah rumahnya mempunyai jendela dan pintu dengan bukaan cukup besar sehingga angin segar selalu leluasa menyelusup ke rumahnya. Beberapa jendela dan pintunya ia beri "perlindungan" agar air hujan tidak ikut menyerbu masuk rumah. Ia menggunakan beberapa unsur alam, seperti kayu dan batu alam, meski tidak di semua bagian.
Harry pun bisa memetik beberapa ciri minimalis, dengan tidak menggunakan banyak ornamen di rumahnya. Beberapa pintu dan jendela sengaja dibuat rata, lurus dan bersih sehingga matahari di tempat yang dikehendakinya itu leluasa mencurah ke rumah.
Atraktif
Kendati tidak banyak bermain dengan ornamen, rumah Harry tetap tampak atraktif. Ia mengatur interior rumah dengan tertib dan disiplin. Ia, misalnya, tidak menyukai banyak peralatan di ruang keluarga.
Barang yang ia "izinkan" ada di ruang itu hanya televisi, sofa, rak aksesori, piano, beberapa lukisan kecil, juga meja makan di tepi ruang. Ini membuat ruang tengah berukuran lebih kurang 10 x 15 meter itu tampak lapang, bersih, dan enak dipandang.
Harry, juga istrinya Kelly, termasuk tipe orang yang tidak menyukai rumahnya "banyak barang". Mereka berdua sepakat, juga tiga anaknya, untuk tidak membeli banyak barang dan aksesori. Mereka tidak ingin menumpuk banyak barang di rumah, yang mengesankan "memindahkan toko ke dalam rumah". Rumah tidak menarik lagi kalau di mana-mana menumpuk barang, kardus, rak, porselen, foto-foto, lukisan besar-besar, dan sebagainya.
Untuk menghindari "toko pindah ke rumah" itulah, keluarga ini sangat disiplin menjaga peruntukan ruang. Ruang belajar/perpustakaan, misalnya, benar-benar menjadi wilayah belajar dan menyimpan buku di rak-rak buku. Tidak tampak kardus-kardus, pakaian, atau tumpukan barang di sana.
Aspek lain yang diperhatikan adalah warna. Semua ruang dijaga agar tidak berwarna radikal. Tidak terlampau condong ke warna minimalis, tetapi tidak pula ke warna tropikal modern.
Keluarga ini mengambil sari yang baik dari gaya rumah sehingga jadilah rumah itu lebih hangat, atraktif, dan bersih. *Abun Sundan (kompas)
Kredit Properti akan Tumbuh 23,5%
Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) Panangian Simanungkalit memperkirakan outstanding kredit properti akan tumbuh 23,5% menjadi Rpl42,51 triliun pada akhir tahun ini. Ia yakin turunnya BI rate akan memancing perbankan menurunkan suku bunga KPR di kisaran 10%-11% pada paruh kedua tahun ini.
"Kondisi itu akan meningkatkan daya tarik dan daya beli masyarakat untuk berinvestasi maupun membeli properti," ungkapnya.
Berdasarkan data Bank Indonesia, posisi kredit properti di akhir 2006 mencapai Rpll5,373 triliun, terdiri atas kredit pemilikan rumah (KPR) Rp72,71 triliun, kredit konstruksi Rp27,08 triliun dan kredit realestat Rp 15,59 triliun.
Di antara ketiga jenis kredit properti itu, Panangian menyebut pertumbuhan terbesar tahun ini akan terjadi pada sektor KPR. Kredit yang berhubungan langsung dengan konsumen properti diprediksi tumbuh 24,8% atau sekitar Rpl8 triliun menjadi Rp90,72 triliun. Sedangkan kredit konstruksi naik 23,9% menjadi Rp33,54 triliun dan kredit realestat hanya meningkat 17,1% menjadi Rpl8,25 triliun. "Hingga semester satu 2007, KPR yang terealisasi diperkirakan mencapai Rp7,5 triliun," jelasnya.
Lebih jauh Panangian mengatakan, semester 11-2007 merupakan fase awal menuju booming properti setelah tahun lalu sempat tertahan oleh kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Ada tiga faktor kunci yang menurutnya bisa menjadi pemicu bangkitnya bisnis properti. Selain penurunan BI rate, laju inflasi dan pergerakan kurs rupiah yang relatif stabil telah memunculkan situasi yang kondusif bagi pergerakan sektor riil, termasuk properti. "Harga-harga properti saat ini berada pada level yang minimum atau bottom price."
Di tempat terpisah, Direktur Kredit Bank Tabungan Negara Siswanto mengakui kondisi ekonomi awal paruh kedua 2007 mendukung pertumbuhan properti. Namun, perbankan masih akan melihat perkembangan ke depan sebelum memutuskan untuk menurunkan suku bunga KPR. *Pun/E-2,11-07-2007 (btn)
LKM-Locomotif and Distributor for Home Loan
LKM Menjadi Pendorong Penyalur Kredit Kepemilikan Rumah dan Kredit Kepemilikan Rumah Sederhana |
Pemerintah akan terus mendorong Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) menjadi penyalur kredit kepemilikan rumah (KPR). Sebab, dengan mengandalkan bank, penyerapan KPR untuk masyarakat kecil hanya mencapai 2%. |
Bank Begara Indonesia distribute property credit Rp. 4,2 Trilyun
Rp 4,2 Triliun di Tahun 2007
PT Bank Negara Indonesia, Tbk mengalokasikan dana sebesar Rp 4,2 triliun untuk disalurkan lewat Kredit Pemilikan Rumah. Alokasi ini naik dari alokasi KPR pada tahun 2006 sebesar Rp 2,6 triliun dan tahun 2005 sebesar Rp 1,9 triliun.
“Ada tiga segmen KPR, yakni segmen Rumah Sederhana Sehat (RSH) dengan harga jual maksimal Rp 49 juta, KPR BNI Idaman dengan limit kredit Rp 2 miliar dan BNI Idaman dengan limit kredit Rp 5 miliar,” kata Direktur Konsumer BNI, Tjahjana Tjakrawinata, Kamis (15/2) di Jakarta.
Tjahjana mengatakan di masa depan, KPR akan menjadi produk unggulan BNI. Apalagi, resiko kredit macet di sektor properti, ternyata lebih rendah dari sektor lain seperti industri. “Selain menyalurkan kredit bagi pembangunan apartemen, mall, dan permukiman, BNI juga mempertimbangkan untuk membantu kredit bagi rumah susun sederhana (rusuna),” kata Tjahjana. *Haryo Damardono (kompas)
Rp 4,2 Triliun di Tahun 2007
PT Bank Negara Indonesia, Tbk mengalokasikan dana sebesar Rp 4,2 triliun untuk disalurkan lewat Kredit Pemilikan Rumah. Alokasi ini naik dari alokasi KPR pada tahun 2006 sebesar Rp 2,6 triliun dan tahun 2005 sebesar Rp 1,9 triliun.
“Ada tiga segmen KPR, yakni segmen Rumah Sederhana Sehat (RSH) dengan harga jual maksimal Rp 49 juta, KPR BNI Idaman dengan limit kredit Rp 2 miliar dan BNI Idaman dengan limit kredit Rp 5 miliar,” kata Direktur Konsumer BNI, Tjahjana Tjakrawinata, Kamis (15/2) di Jakarta.
Tjahjana mengatakan di masa depan, KPR akan menjadi produk unggulan BNI. Apalagi, resiko kredit macet di sektor properti, ternyata lebih rendah dari sektor lain seperti industri. “Selain menyalurkan kredit bagi pembangunan apartemen, mall, dan permukiman, BNI juga mempertimbangkan untuk membantu kredit bagi rumah susun sederhana (rusuna),” kata Tjahjana. *Haryo Damardono (kompas)
Aspek Keamanan, Saat Pindah Rumah
Kredit Pemilikan Rumah
Menjelang akhir masa jabatan Dirut BTN mempublikasikan wacana peurunan bunga kredit 1 persen dan menjadi judul sebuah artikel yang menarik untuk dikaji ditinjau dari aspek marketing, berdasarkan perkembangan kondisi makro yang kondusif di awal bulan ini inflasi year on year dibawah 10%, apresiasi rupiah terhadap dolar mencapai 8.780 per 1 USD mendorong Bank Indonesia menurunkan BI rate secara bertahap untuk tahap awal ini 25 basisi poin, meskipun langkah penurunan suku bunga relatif belum signifikan, kebijakan ini memberi stimulus kepada bank untuk menurunkan tingkat bunganya. Salah satunya adalah wacana BTN menurunkan bunga 1 persen sangat tepat dilihat dari kajian makro untuk mengakomodir pasar yang masih berharap kedepan kondisi properti stabil, karena bagaimanapun properti masih menjadi salah satu gerbang pengembngan sektor riel.
Strategi pricing dengan menurunkan harga untuk strata masyarakat menengah kebawah sangat populis karena pertimbangan harga biasanya menjadi alasan utama selain lokasi yang strategis dalam memilih produk KPR, namun implisit patut dicermati kecenderungan nasabah bertransaksi KPR dengan BTN, setelah punya rumah biasanya menggunakan fasilitas bukan BTN padahal nasabah memperoleh rumah pertama kali melalui pembiayaan KPR-BTN terutama yang bersubsidi, demikian pendapat dari beberapa narasumber pemerhati BTN. Apakah hal tersebut realitas di lapangan, harus ada penelitian lebih dalam menyangkut kepuasan nasabah bertransaksi dan motiv transaksi dengan atau melalui Bank BTN.
Agak lebih dalam menanggapi wacana penurunan tingkat bunga KPR-BTN yang akan dikeluarkan oleh Bank BTN, sejalan dengan itu sangat berharga statemen Ketua Asosiasi Pengembang Rumah Sederhana Indonesia (APRSI), yang menyatakan bahwa penurunan bunga satu persen tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat penyerapan kepemilikan rumah. Sebab penurunan suku bunga bukanlah faktor utama. Menurut beliau sebagai pengembang lebih memilih bank yang prosesnya lebih cepat dengan suku bunga lebih tinggi daripada bank dengan suku bunga rendah tapi prosesnya lama, lagi pula suku bunga BTN relatif lebih tinggi kecuali KPR bersubsidi BTN.
Yang perlu digaris bawahi adalah dalam penentuan harga (pricing startegy) bukan hanya masalah harga yang turun, namun ada faktor lain yang harus dipertimbangkan oleh manajemen, antara lain tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan seperti yang diungkapkan oleh Ketua APERSI tadi, kondisi internal perusahaan dan kondisi makro tentunya.
Dari kondisi demikian, kita bisa melakukan studi komparasi kepada perusahaan-perusahaan besar yang melakukan mark down terhadap beberapa merk mereka yang tergolong kuat, meskipun output produknya berbeda karakteristik dengan bank. Ada Pantene dan Vick Vaporub dari P & G contohnya, kemudian diikuti Shampo Lifebuoy dari Unilever. Yang menarik, strategi penurunan harga itu dikomunikasikan kepada konsumen melalui iklan TV secara gencar dan BTN mengkomunikasikannya melalui statemen manajemen yang dipublikasikan melalui media masa. Ada dua sisi yang agak berbeda perusahaan selain BTN yang menurunkan harga, maka akan timbul pertanyaan, apakah hal tersebut tidak menurunkan pencitraan merk (Brand Image) yang bersangkutan ?, bagi BTN mungkin tidak sampai demikian karena pencitraan brand BTN selama ini tetap pada strata midle to lower level.
Bila kita telaah, Marlboro pernah melakukan penurunan harga. Hal tersebut dilakukan karena diserang kemasan private label di Amerika Serikat, Marlboro tidak ingin pangsa pasarnya digerogoti rokok private label yang memasang harga lebih murah, bukan karena khawatir pangsa pasarnya berpindah ke private label lain, melainkan agar brand image Marlboro yang sangat kuat tidak berpindah ke merk lain. Bagi Marlboro bila pangsa pasar goyah, praktis persepsi sebagai rokokyang paling banyak dikonsumsi bila dibiarkan lama-lama bisa luntur.
What you pay and what you get or value for money bisa jadi melunturkan brand loyalty dan kekuatan merk, keputusan strategis eksekutif marlboro pasti sudah dipertimbangkan dari berbagai sudut baik profit, efektivitas maupun citra merknya.
Sejak tahun 1980-an terjadi shift to value tatkala produk-produk Jepang menyerbu pasar dengan harga lebih murah tapi berkualitas. Keberhasilan produk-produk Jepang tersebut mengubah persepsi orang bahwa harga murah pasti barang jelek, saat itu tidak lagi. atau belum tentu harga murah barangnya jelek Air Asia memperkenalkan tarif murah untuk bepergian melalui pesawat udara, Wall Mart yang sebelumnya meragukan kini dipersepsikan sebagian besar konsumen USA memiliki comparable quality fresh foods dan a good store brands.
Hal demikian memperkuat asumsi bahwa harga dan kualitas tidak selalu berkaitan, persepsi orang terhadap produk berharga tinggi, para pengelola supermarket sudah mafhum bahwa pelanggannya tidak akan membayar dengan harga lebih tinggi untuk produk berkualitas lebih tinggi, hanya sekelompok kecil konsumen yang bersedia membayar lebih tinggi produk yang berkualitas lebih tinggi. Konsepsi loyalitas membuat konsumen tidak sensitif pada harga, teori ini dipakai sejak dulu, namun apakah tetap berlaku apabila di pasar muncul kompetitor yang mempunyai kualitas memadai dengan harga yang terjangkau ? hal ini mungkin yang menjadi parameter pemikiran eksekutif Marlboro, konsumen makin realistis dan makin sadar akan value for money.
Demikian pula BTN, mau tidak mau harus realistis tak mungkin hanya berlindung dengan nama Pemerintah Republik Indonesia, profesionalisme dan peduli kepada target market yang menengah kebawah harus dibangun sinergi dan dapat diaplikasikan, gagasan penurunan tingkat bunga selayaknya dipandang sebagai bentuk kepedulian kepada share holdersnya yang masih digelayuti oleh daya beli yang minimal dan ini perlu dipublikasikan, dengan kata lain sisi sosial perusahaan dikedepankan dengan emphati dan hubungan baik, bank maju karena usaha nasabah maju dan berkembang. Kinerja bank ritel di tahun 2005 berbanding terbalik dengan kondisi bank korporat yang mengalami penurunan kinerja, hal demikian bisa jadi karena bank dan nasabah bersifat dalam bahasa gaul dikatakan lu lu gua gua, bersifat partial dan tidak peduli kepada lingkungan perusahaan.
Gagasan yang cemerlang dan berdimensi jangka panjang dari seorang bankir senior yang segera menuju masa purnabakti, selamat dan sukses semoga berkah Illahi di medan juang yang lain. *Edy, 10-05-2006 (btn)
Optimalkan Fungsi Jendela Rumah dengan Bay Window
21 Juli, 2007 03:50
Ruang Usaha Dijual Jl. Godean Jogjakarta
Ruang Usaha Dijual Jl. AM Sangaji Jogjakarta
Ruang Usaha Disewakan Jl. P. Mangkubumi Jogjakarta
Pusat Kota, Pusat Bisnis dan Perkantoran
LT. 750m² Lb. 500m² Ld. +13m, Hadap Barat,
Ruang lobi, 5 ruangan office/staff, 3Kmd, gudang,
telpon, Listrik 7700Watt (2Kwhmeter), halaman parkir luas.
Offer Price Rp. 110juta/ tahun (minimal 2 tahun)
Rumah Disewakan Kotabaru Jogjakarta
Ruang Usaha Dijual Jl. Let. Jen Suprapto Jogjakarta
Ruang Usaha Dijual Jl. Dr. Wahidin Jogjakarta
Rumah Dijual Jl. Perumnas Jogjakarta
Ruang Usaha Jl. Magelang Km.14,2 Jogjakarta
Ruang Usaha Dijual Jl. Godean m.15 Jogjakarta
Ruang Usaha Dijual Jl. Glagahsari Jogjakarta
Rumah Dijual Perumahan Griya Indah Jogjakarta
Gudang Dijual Jl. Godean Cokrokenteng Jogjakarta
Gudang Dijual Jl. Godean Km.9 Jogjakarta
Gudang Dijual / Disewakan Jl. Solo Km.14 Yogyakarta
dekat Pusat Kota & Bandara.
LT. 2.173m² Ld. +22m, SHMP, Hadap Utara,
Luas Gudang 1.080m² (18x60), Luas Kantor Bagian Dalam 96m² (6x8) x 2 lantai,
Luas Kantor Bagian Luar 48m², terdiri 1ruang dan 1kmd + dapur
Luas Kantor Bagian Belakang 98m² untuk Mess Karyawan terdiri dari 2kt + 2 Kmd.
Offer Price Rp. 3,5 Milyar / Sewa Rp. 175 juta per tahun.
Gudang Dijual Jl. Wonosari Jogjakarta
Gudang Dijual Jl. Magelang Jogjakarta
Gudang Dijual Pusat Kota Yogjakarta

Akses Tronton Mudah,
Cocok untuk gudang furniture skala export dan segala usaha.
LT. 3.259m² LDpn. +20m LBlkg. +40m, SHMP, Hadap Timur
Bangunan Kantor dan Gudang Kerangka Baja,
LB. Gudang (18,60mx60m) = 1.116m²,
kerangka baja IWF, Atap seng Galvanis, Galvalup Fumira.
LB. Kantor (7mx20m) 2 lantai = 280m²,
beton bertulang, Listrik 3.500Watt, telp. 4 line,
sumur (water tank), dan pos satpam.
Offer Price Rp. 3, 75M./ 200juta per tahun
Gudang Dijual RR Utara Yogjakarta

Selatan Makro, Utara Sheraton Hotel Jogjakarta.
Dekat Perumahan Elite, Stadion PSS Sleman, Kampus dan Airport,
Cocok untuk Gudang dan segala usaha Ruko/ Kantor/ Café / Resto.
LT. 850m² LDpn. +20m LBlkg.20,5m,
Ngantong bawa hoki, Hadap Timur
LB. Bangunan Baru 2 lantai (8m x 20m) = 320m²,
LB. Bangunan lama + 200m², Fasilitas Lengkap.
Offer Price Rp. 2.500.000,- /m².
Gudang Dijual Pusat Kota Yogyakarta
Rumah Dijual Jl. Demakan Baru Jogjakarta
Pusat Kota hanya 5 menit ke Malioboro
Tepi Jalan Besar, Sejuk, Nyaman dan Asri
LT. 214m², LD. 13,5m, LB.250m², 2 lantai
7kt, 3klmd, telp, Taman, Grs.
Rumah dan Rumah Kos.
Offer Price Rp. 375 Juta.
Tanah Dijual Jl. Bantul Km.1 Jogjakarta
Ruang Usaha Dijual Jl. Wates Km.6 Jogjakarta
Siapkanlah Proyek Sebaik Mungkin
Beberapa tahun terakhir muncul fenomena buruk di beberapa kota besar di Indonesia.
Sejumlah proyek macet di tengah jalan, menyisakan bangkai bangunan yang merusak pemandangan.
Macetnya sebuah proyek dilatarbelakangi oleh banyak faktor, di antaranya proyek tidak dipersiapkan dengan matang, perhitungannya keliru, atau si pengembang kena musibah. Pada faktor eksternal, ada aspek negara terkena krisis ekonomi yang berdampak keras kepada proyek yang dikerjakan para pengembang.
Dari banyak faktor tersebut, hal yang tampak paling dominan ialah proyek tidak dipersiapkan dengan matang, dan tidak dihitung saksama. Kalau kemudian proyek macet, pengembangnya menuai hasil dari kekeliruannya sendiri.
Dalam kaitan persoalan itu, Kompas mewawancarai Subianto Satmaka (51), eksekutif properti yang pernah menangani banyak proyek besar. Ia di antaranya pernah menjadi Kepala Biro Konstruksi di Bumi Serpong Damai (1989-1992), Direktur Proyek Lippo Karawaci sekaligus asisten pemimpin proyek termasyhur dari Filipina, Tong Padila (1992-1997). Ia juga pernah menjadi Direktur Utama Kota Tiga Raksa (1997-1999), dan menjadi eksekutif sejumlah proyek pengembang Suganda.
Subianto menyatakan, sebuah proyek, besar atau kecil, harus dihitung sangat matang, agar tidak ada penyesalan di kemudian hari. Kalau dari perhitungan yang didasarkan pada survei lapangan, menyatakan proyek itu tidak layak, maka proyek tersebut harus dimatikan. Jika pengembang ngotot melanjutkan proyek, berarti ia harus siap dengan segala risiko, yang juga bisa dihitung.
Menurut Subianto, faktor menentukan dalam pekerjaan menghitung proyek adalah ketenangan, kecermatan, tidak emosional, kreatif, dan berpikir jauh ke depan. Pelaksana proyek harus menjalankan proyek dengan serius..
Pertama duduk dengan pejabat pemasaran, bahas ukuran rumah atau apartemen yang paling diterima pasar. Lakukan survei yang berkaitan dengan proyek yang hendak dikerjakan. Mutlak diketahui daya serap pasar. Kalau menginginkan percepatan penjualan yang ukurannya lebih kecil dan penjualan lebih cepat, time frame-nya lebih pendek.
Kedua, sebut Subianto, hitung proyeksinya. Berapa sih untungnya. Pilih mana yang menguntungkan. Biasanya pilihan dijatuhkan pada laba dan time frame yang lebih cepat.
Ketiga, katanya, kalau kita diberi budget oleh pemilik modal, maka kita harus berjalan dalam koridor budget. "Nilainya bagaimana, rencana anggarannya berapa besar. Lalu dengan perkiraan budget sekian, kita asumsikan spesifikasinya seperti apa. Kita hitung luas tanahnya, KLB (koefisien luas bangunan)-nya, cost untuk konstruksi. Ini belum menyentuh tentang ukuran bangunan dan ruang-ruang dalam bangunan," tuturnya.
Ia kemudian memerinci, kalau kita dapat anggaran Rp 100 miliar, kita harus duduk dengan orang sales, untuk mengetahui berapa harga jual sebuah bangunan per meter? Berapa target konstruksinya per meter persegi? Luas bangunan berapa? "Sebagai catatan, ongkos konstruksi per meter persegi pada hitungan awal masih merupakan asumsi. Lalu ada hitungan untuk biaya pemasaran dan penjualan. Ada pula biaya komisi, promosi, brosur, iklan, pergelaran acara, dan sebagainya," kata Subianto menambahkan.
Hitungan yang matang juga menyangkut konsultan (arsitek, struktur, lanskap, interior, lingkungan, analisis mengenai dampak lingkungan, dan lalu lintas para karyawan). Hitungan lain menyangkut anggaran untuk perizinan, sertifikat tanah, bunga utang selama masa konstruksi, survei pasar, dan sebagainya. Dengan aneka perhitungan ini, total anggaran menjadi berapa? Berapa layaknya harga jual bangunan?
"Tentang berapa harga jual per meter (baik tanah maupun tanah dan bangunan), juga masih dengan asumsi. Kendati demikian, kita sudah bisa meraba-raba dengan ilmu hitungan, berapa nilai jual paling pas. Ini penting diketahui sebab kalau harganya ketinggian, Anda ditinggalkan pembeli. Kerendahan, Anda rugi, dan ditertawakan orang," ujarnya.
"Action plan"
Pada action plan, kita membuat gambar dan hitung-hitungan yang sangat jelas. Kita tidak bercanda dengan masalah ini sebab jika keliru hitung, semuanya berantakan. Konkretnya, salah hitung pada landed house, masih bisa diubah, meski tetap saja rugi. Namun, kalau salah hitung pada pembangunan menara perkantoran, hotel, apartemen, dan gedung-gedung tinggi lainnya, akibatnya fatal. Kalau Anda membangun apartemen 50 lantai, dan hanya laku tiga lantai, maka Anda menangis sampai habis air mata selama tujuh hari tujuh malam pun menara apartemen itu tetap harus dibangun sampai tuntas.
Kalau ini semua sudah dikerjakan, maka oke, kita bisa memulai proyek. Kita prediksi marketing, kita rancang brosur yang keren dan sebagainya. Setelah ini berakhir, kita mulai melakukan tes pasar, bakal laku atau tidak, nih? Kita, misalnya, coba dengan gambar yang ada, lalu kita menyodorkannya ke pasar, kira-kira mendapat sambutan hangat publik atau tidak? Bagaimana cara merebut hati pasar?
Mengapa banyak proyek berkualitas buruk, atau diomongin banyak kalangan sebagai proyek "gagal"? Subianto menjawab, itu terjadi karena upaya menyiapkan suatu produk terlalu cepat, atau tidak matang. Bisa juga karena pengembangnya tidak survei pasar secara benar, tidak berdiskusi panjang, sebelum memulai proyek.
Kemungkinan lain, investor ingin uangnya cepat balik. Investor tidak ingin uangnya "tidur" terlampau lama, sementara ia sendiri mempunyai persoalan keuangan. Ia harus bayar bunga utang, harga tanah, dan membayar gaji banyak pegawai.
Kesalahan juga bisa terjadi, tutur Subianto, kalau harga jual terlampau rendah, padahal ongkos konstruksi amat tinggi. Tingginya ongkos karena terjadi pembengkakan anggaran. Biasanya, setelah gambar detail muncul, bahan ini dan itu ternyata amat mahal. Jadilah, antara harga jual dan biaya produksi tidak ketemu.
Dalam situasi seperti ini, investor yang tidak kokoh integritasnya menurunkan kualitas bangunan. Kepada publik disampaikan bahwa bangunan akan menggunakan kayu jati, ternyata diubah menjadi kayu kamper. Investor lain bisa sampai hati mengurangi luas bangunan. Ini jelas kejahatan dan merugikan konsumen.
"Tetapi, konsumen Indonesia banyak yang cuek saja. Mereka gampang memaafkan meski dirinya kena tipu," kata Subianto.
Aspek lain yang menjadi faktor kegagalan adalah proyek dijual terlampau mahal sehingga susah laku. "Menurut saya, itu terjadi karena hitungan tidak matang," ujarnya.
Dalam konteks ini, Subianto mengatakan, para profesional di bidang properti harus berani menunjukkan keprofesionalan dan integritasnya. Kalau jelek, harus menyatakan jelek. Bagus dikatakan bagus. "Profesional harus berani ngomong. Kalau investor meminta agar dilakukan penurunan mutu bangunan atau pengurangan luasan ruang, profesional harus berani menyatakan tidak. Pokoknya, tunjukkan integritas dan sikap konkret Anda," tuturnya.
Prinsipnya, kita melakukan sesuatu yang benar menurut ukuran-ukuran profesional. Jangan sampai hendak nyenengin bos, akhirnya malah jadi rusak segalanya.
*Abun Sanda (Kompas)
Ragam Properti
Siapkanlah Proyek Sebaik Mungkin
Beberapa tahun terakhir muncul fenomena buruk di beberapa kota besar di Indonesia.
Sejumlah proyek macet di tengah jalan, menyisakan bangkai bangunan yang merusak pemandangan.
Macetnya sebuah proyek dilatarbelakangi oleh banyak faktor, di antaranya proyek tidak dipersiapkan dengan matang, perhitungannya keliru, atau si pengembang kena musibah. Pada faktor eksternal, ada aspek negara terkena krisis ekonomi yang berdampak keras kepada proyek yang dikerjakan para pengembang.
Dari banyak faktor tersebut, hal yang tampak paling dominan ialah proyek tidak dipersiapkan dengan matang, dan tidak dihitung saksama. Kalau kemudian proyek macet, pengembangnya menuai hasil dari kekeliruannya sendiri.
Dalam kaitan persoalan itu, Kompas mewawancarai Subianto Satmaka (51), eksekutif properti yang pernah menangani banyak proyek besar. Ia di antaranya pernah menjadi Kepala Biro Konstruksi di Bumi Serpong Damai (1989-1992), Direktur Proyek Lippo Karawaci sekaligus asisten pemimpin proyek termasyhur dari Filipina, Tong Padila (1992-1997). Ia juga pernah menjadi Direktur Utama Kota Tiga Raksa (1997-1999), dan menjadi eksekutif sejumlah proyek pengembang Suganda.
Subianto menyatakan, sebuah proyek, besar atau kecil, harus dihitung sangat matang, agar tidak ada penyesalan di kemudian hari. Kalau dari perhitungan yang didasarkan pada survei lapangan, menyatakan proyek itu tidak layak, maka proyek tersebut harus dimatikan. Jika pengembang ngotot melanjutkan proyek, berarti ia harus siap dengan segala risiko, yang juga bisa dihitung.
Menurut Subianto, faktor menentukan dalam pekerjaan menghitung proyek adalah ketenangan, kecermatan, tidak emosional, kreatif, dan berpikir jauh ke depan. Pelaksana proyek harus menjalankan proyek dengan serius..
Pertama duduk dengan pejabat pemasaran, bahas ukuran rumah atau apartemen yang paling diterima pasar. Lakukan survei yang berkaitan dengan proyek yang hendak dikerjakan. Mutlak diketahui daya serap pasar. Kalau menginginkan percepatan penjualan yang ukurannya lebih kecil dan penjualan lebih cepat, time frame-nya lebih pendek.
Kedua, sebut Subianto, hitung proyeksinya. Berapa sih untungnya. Pilih mana yang menguntungkan. Biasanya pilihan dijatuhkan pada laba dan time frame yang lebih cepat.
Ketiga, katanya, kalau kita diberi budget oleh pemilik modal, maka kita harus berjalan dalam koridor budget. "Nilainya bagaimana, rencana anggarannya berapa besar. Lalu dengan perkiraan budget sekian, kita asumsikan spesifikasinya seperti apa. Kita hitung luas tanahnya, KLB (koefisien luas bangunan)-nya, cost untuk konstruksi. Ini belum menyentuh tentang ukuran bangunan dan ruang-ruang dalam bangunan," tuturnya.
Ia kemudian memerinci, kalau kita dapat anggaran Rp 100 miliar, kita harus duduk dengan orang sales, untuk mengetahui berapa harga jual sebuah bangunan per meter? Berapa target konstruksinya per meter persegi? Luas bangunan berapa? "Sebagai catatan, ongkos konstruksi per meter persegi pada hitungan awal masih merupakan asumsi. Lalu ada hitungan untuk biaya pemasaran dan penjualan. Ada pula biaya komisi, promosi, brosur, iklan, pergelaran acara, dan sebagainya," kata Subianto menambahkan.
Hitungan yang matang juga menyangkut konsultan (arsitek, struktur, lanskap, interior, lingkungan, analisis mengenai dampak lingkungan, dan lalu lintas para karyawan). Hitungan lain menyangkut anggaran untuk perizinan, sertifikat tanah, bunga utang selama masa konstruksi, survei pasar, dan sebagainya. Dengan aneka perhitungan ini, total anggaran menjadi berapa? Berapa layaknya harga jual bangunan?
"Tentang berapa harga jual per meter (baik tanah maupun tanah dan bangunan), juga masih dengan asumsi. Kendati demikian, kita sudah bisa meraba-raba dengan ilmu hitungan, berapa nilai jual paling pas. Ini penting diketahui sebab kalau harganya ketinggian, Anda ditinggalkan pembeli. Kerendahan, Anda rugi, dan ditertawakan orang," ujarnya.
"Action plan"
Pada action plan, kita membuat gambar dan hitung-hitungan yang sangat jelas. Kita tidak bercanda dengan masalah ini sebab jika keliru hitung, semuanya berantakan. Konkretnya, salah hitung pada landed house, masih bisa diubah, meski tetap saja rugi. Namun, kalau salah hitung pada pembangunan menara perkantoran, hotel, apartemen, dan gedung-gedung tinggi lainnya, akibatnya fatal. Kalau Anda membangun apartemen 50 lantai, dan hanya laku tiga lantai, maka Anda menangis sampai habis air mata selama tujuh hari tujuh malam pun menara apartemen itu tetap harus dibangun sampai tuntas.
Kalau ini semua sudah dikerjakan, maka oke, kita bisa memulai proyek. Kita prediksi marketing, kita rancang brosur yang keren dan sebagainya. Setelah ini berakhir, kita mulai melakukan tes pasar, bakal laku atau tidak, nih? Kita, misalnya, coba dengan gambar yang ada, lalu kita menyodorkannya ke pasar, kira-kira mendapat sambutan hangat publik atau tidak? Bagaimana cara merebut hati pasar?
Mengapa banyak proyek berkualitas buruk, atau diomongin banyak kalangan sebagai proyek "gagal"? Subianto menjawab, itu terjadi karena upaya menyiapkan suatu produk terlalu cepat, atau tidak matang. Bisa juga karena pengembangnya tidak survei pasar secara benar, tidak berdiskusi panjang, sebelum memulai proyek.
Kemungkinan lain, investor ingin uangnya cepat balik. Investor tidak ingin uangnya "tidur" terlampau lama, sementara ia sendiri mempunyai persoalan keuangan. Ia harus bayar bunga utang, harga tanah, dan membayar gaji banyak pegawai.
Kesalahan juga bisa terjadi, tutur Subianto, kalau harga jual terlampau rendah, padahal ongkos konstruksi amat tinggi. Tingginya ongkos karena terjadi pembengkakan anggaran. Biasanya, setelah gambar detail muncul, bahan ini dan itu ternyata amat mahal. Jadilah, antara harga jual dan biaya produksi tidak ketemu.
Dalam situasi seperti ini, investor yang tidak kokoh integritasnya menurunkan kualitas bangunan. Kepada publik disampaikan bahwa bangunan akan menggunakan kayu jati, ternyata diubah menjadi kayu kamper. Investor lain bisa sampai hati mengurangi luas bangunan. Ini jelas kejahatan dan merugikan konsumen.
"Tetapi, konsumen Indonesia banyak yang cuek saja. Mereka gampang memaafkan meski dirinya kena tipu," kata Subianto.
Aspek lain yang menjadi faktor kegagalan adalah proyek dijual terlampau mahal sehingga susah laku. "Menurut saya, itu terjadi karena hitungan tidak matang," ujarnya.
Dalam konteks ini, Subianto mengatakan, para profesional di bidang properti harus berani menunjukkan keprofesionalan dan integritasnya. Kalau jelek, harus menyatakan jelek. Bagus dikatakan bagus. "Profesional harus berani ngomong. Kalau investor meminta agar dilakukan penurunan mutu bangunan atau pengurangan luasan ruang, profesional harus berani menyatakan tidak. Pokoknya, tunjukkan integritas dan sikap konkret Anda," tuturnya.
Prinsipnya, kita melakukan sesuatu yang benar menurut ukuran-ukuran profesional. Jangan sampai hendak nyenengin bos, akhirnya malah jadi rusak segalanya.
*Abun Sanda (Kompas)
Mana Lebih Dulu, Lokasi, Manajemen, SDM, atau Finansial?
JIKA Anda pengusaha properti, mana yang paling Anda prioritaskan:
lokasi, manajemen, sumber daya manusia atau uang?
Pertanyaan ini kerap diutarakan oleh para analis, praktisi, dan pengembang dalam rapat intern, diskusi, atau seminar tentang properti. Pertanyaan tersebut suka mengemuka karena bagi para pengembang hal itu menyangkut skala prioritas untuk memilih, mengerjakan, dan membeli proyek.
Bagi para pembeli properti, faktor-faktor tersebut berkaitan dengan nilai properti yang hendak dibeli, apakah emas atau loyang.
Selama beberapa dekade ini para pemain dan analis properti suka berpendapat bahwa lokasi menduduki urutan pertama nilai proyek properti.
Urutan kedua dan ketiga masih lokasi. Urutan keempat sampai keenam antara manajemen, sumber daya manusia, dan finansial.
Lokasi disebut menduduki urutan pertama karena merupakan faktor paling dominan. Kata para penganjur pemahaman ini, lokasi menjadi faktor kunci, sebab bagaimana Anda bisa berbicara tentang kilau proyek properti jika letaknya amat terpencil, super macet atau berada di kawasan kumuh, polusif dan sebagainya. Beberapa penganjur lokasi menyatakan, perumahan boleh tidak bagus, tetapi kalau terletak di jantung kota, akan sangat bernilai. Dengan lokasi yang bagus, aspek lain kerapkali bisa dikalahkan.
Akan tetapi, tidak semua pemain properti yang menyetujui lokasi sebagai faktor paling dominan dalam bidang properti. Chief Executive Officer (CEO) The Pakubuwono Residence Anisa Himawan misalnya menyatakan, bagi dia, faktor paling dominan justru manajemen. Manajemen yang rapi dan baik akan menjadi semacam lead yang menuntun faktor-faktor kunci yang lain.
Mengapa? Anisa mengatakan, manajemen (termasuk di dalamnya seni memanage sebuah korporat, dan krisis), sungguh menjadi kunci sukses atau gagalnya sebuah perusahaan.
Ia mencontohkan, sekian tahun silam sebuah perusahaan di Cibubur bernama A kurang diminati konsumen. Pemiliknya pusing dan frustrasi karena semua kiat rasanya sudah dikeluarkan, tetapi perumahan itu tetap tidak mendapat tempat di hati pembeli. Para petugas penjualannya hanya bisa menguap menunggu pembeli. Pemilik korporat kemudian mengganti nama perusahaan itu menjadi B, dan para pengelola kuncinya diganti. Hasilnya sungguh luar biasa, perumahan tersebut laku seperti pisang goreng. Kini perumahan itu bahkan menjadi semacam benchmark perumahan yang sangat sukses. Padahal, kata Anisa, lokasi perumahan itu tetap di situ, tidak pernah dipindahkan, anggaran yang dikeluarkan pemilik modal juga tidak berubah. Model dan arsitektur rumahnya pun sama. Lalu apa yang menjadi kunci sukses itu? Tentu soal manajemen. Perumahan itu ditangani oleh tangan-tangan yang jauh lebih smart dan hebat. Orang-orang profesional itu, sebut Anisa, tahu apa yang mesti dikerjakan. Pada iklim seperti apa penjualan dilancarkan, dan pada musim apa promosi dilakukan.
Contoh lain, sebuah perusahaan properti berskala besar di pinggiran Jakarta. Sekian tahun lalu, penjualan perumahan berjalan lamban. Tetapi begitu ganti manajemen, ganti strategi bisnis, ganti pendekatan masalah, bukan ganti lokasi, perusahaan properti itu meraih sukses.
Kembali ke topik awal, lalu apa yang mesti didahulukan? Manajemen, lokasi, finansial atau sumber daya manusia? Jawaban yang netral adalah semua aspek itu penting dan mempunyai kontribusi yang sama besarnya, semuanya saling mendukung dan saling mengisi.
Akan tetapi, perhatian pada aspek manajemen dan sumber daya manusia hendaknya mendapat porsi yang cukup besar.
*abun sanda (kompas)
Tanah Dijual Jl. Sidobali Muja-Muju Jogjakarta
Rumah Dijual VILLA X-URANGJogjakarta
Rak Buku, Rak Ilmu
Kehadiran sebuah rak buku sangat berperan dalam pembentukan pola pikir suatu keluarga. Baik keluarga dari kalangan bawah, menengah, maupun kalangan atas dipandang dari kelas ekonomi. Secara teoretis hal ini tak dapat dibantah sepanjang fungsi dan tujuan keberadaan sebuah rak buku dilaksanakan secara konsisten.
Rak buku tidak mesti melulu memajang buku-buku mahal ataupun yang berbahasa asing. Isi sebuah rak buku hendaknya sesuai dengan minat, bidang yang ditekuni, ataupun hobi penghuni rumah. Rak buku bukan untuk menunjukkan prestise, melainkan untuk memacu prestasi pemikiran setiap orang.
Selain itu rak buku pun tidak selalu harus mahal harganya. Di tempat-tempat kos kaum mahasiswa rak buku sangat bersahaja berupa potongan multipleks yang di dukung oleh siku kayu atau besi.
Desain rak buku sangat kaya dengan variasi material dasar. Sebut saja material-material utama seumpama kayu, stainless steel, besi, besi tempa, dan multipleks. Desain rak buku yang inovatif malah mempergunakan kaca sebagai material utama, dan bahkan besi baja.
Material dasar untuk sebuah rak buku tentu harus disesuaikan dengan konsep rumah itu sendiri. Sebuah rumah dengan konsep klasik atau country tentu sangat serasi dengan rak buku dari material kayu, bukannya rak dari stainless steel.
Rak buku dapat dibuat berdiri sendiri dan dapat pula digabungkan dengan lemari pajang, dan sering pula disatukan dengan lemari kabinet televisi dan perangkat audio-video lainnya. Bahkan rak buku kini dibuat menjadi suatu unit yang serasi dengan meja komputer.
Memang idealnya rak buku merupakan unit yang berdiri sendiri apalagi jika buku-buku yang dimiliki terbilang banyak jumlahnya.
Praktis
Proses pembuatan sebuah rak buku sesungguhnya cukup praktis. Berbagai model yang memikat di berbagai majalah dan buku interior dapat menjadi inspirasi cukup menarik. Apalagi ditunjang dengan material-material yang mudah diperoleh di mana-mana.
Rak buku yang bernuansa perpustakaan, (seumpama yang dipakai di kantor-kantor) lebih bersifat permanen dan karenanya dapat dibuat yang agak formal agar dapat dipakai lebih lama. Untuk kondisi seperti ini rak buku yang berbentuk kabinet (dengan atau tanpa laci) tentu lebih sesuai karena melindungi seluruh isinya secara lebih sempurna.
Bahan yang umum dipakai untuk rak buku formal adalah kayu atau multipleks. Soal model tergantung selera masing-masing. Model klasik mempergunakan finishing politur vernis dengan lapisan melamik, sedangkan model modern memakai finishing cat warna-warni dengan aplikasi sistem duco.
Rak buku formal ini umumnya bukan perangkat yang bersifat bongkar-pasang (rakitan). Adapun rak buku yang praktis dengan sistem rakitan dapat dipilah menjadi beberapa bagian utama.
Bagian yang paling penting dari sebuah rak buku rakitan ialah rak atau ambalan itu sendiri. Bentuk dan bahan rak dengan sistem ini menentukan â€dudukan†atau gantungan rak tersebut. Maka dudukan rak dari bahan multipleks atau papan kayu tentu berbeda dengan dudukan rak yang bermaterialkan kaca. Ada pula desain yang menggunakan pelat stainless-steel atau lempengan besi tempa (wrought iron) sebagai rak/ambalannya.
Khusus pada rak yang berbahan kaca sebaiknya diberi perhatian khusus terhadap ketebalan kaca dan panjang bentangan rak serta memperhitungkannya dengan berat yang akan membebani. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi retak atau pecah pada saat memajang buku yang dapat membahayakan keselamatan.
Mengombinasikan material batangan besi baja kotak sebagai kaki dengan kayu pada rak/ambalan merupakan kreativitas yang menarik (lihat gambar). Untuk pegangan atau dudukan rak dapat menggunakan mur dan baut berbahan stainless-steel (baja anti karat) sebagai aksen pemikat.
Ini hanya sebuah contoh yang sederhana namun menarik. Tentu saja kita dapat memilih berbagai padu-padan lain sesuai selera masing-masing. Bagi yang memiliki kemampuan ekonomi lebih, mengapa tidak mencoba material granit? Siapa bilang granit hanya boleh untuk lantai atau meja dapur?
Pada kasus ini granit tentu dapat difungsikan menjadi rak/ambalan atau kaki rak sekaligus ataupun secara terpisah.
Ukuran dan penempatan
Tak kalah penting untuk diperhatikan adalah buku-buku apa saja yang menjadi koleksi dan yang hendak dipajang pada rak buku. Koleksi buku tersebut sangat menentukan ukuran rak buku yang hendak dibuat dan juga jarak ketinggian antar rak.
Jika koleksi buku tak banyak tentu lucu bila membuat rak yang lebarnya sepanjang ruangan atau yang banyak susunan raknya. Kesadaran akan pentingnya bacaan telah mengubah pula gaya hidup yang yang tadinya begitu pakem. Kini, rak buku tidak hanya ditempatkan di ruang baca atau perpustakaan saja.
Apa pun juga bahan rak buku Anda dan seberapa nilainya semua itu bukan pokok persoalan. Rak buku untuk meletakkan buku yang hendak dibaca dan diserap ilmu pengetahuannya demi kemajuan taraf kehidupan sebagai manusia. Rak buku menjadi tiada artinya jika hanya tinggal sebagai pajangan semata.
Di Eropa dan Amerika hampir setiap rumah memajang rak buku. Di Asia kesadaran akan pentingnya keberadaan rak buku belum mendapat perhatian. Bahkan sebagian masyarakat di negara semakmur Singapura lebih mengutamakan pajangan aksesori lainnya dibanding membuat rak buku. Jepang, Amerika Serikat, dan Jerman termasuk negara yang sebagian besar warganya menyadari pentingnya ilmu pengetahuan dan kemajuan pola pikir manusia.
*yoppy ol (Kompas)