Industri properti yang pada era pasca krisis ini bertumbuh cukup fenomenal dan telah memunculkan dampak-dampak yang sangat luar biasa terhadap perekonomian nasional. Sesuai dengan karakternya, bisnis properti selalu akan mencari tempat-tempat di mana ia bisa terus melanjutkan pertumbuhannya.
Industri properti yang pada era pasca krisis ini bertumbuh cukup fenomenal dan telah memunculkan dampak-dampak yang sangat luar biasa terhadap perekonomian nasional. Sesuai dengan karakternya, bisnis properti selalu akan mencari tempat-tempat di mana ia bisa terus melanjutkan pertumbuhannya. Ketika properti telah memilih tempatnya untuk bertumbuh, maka di situ juga akan terjadi pertumbuhan-pertumbuhan bisnis yang lain. Baik di sektor riil maupun jasa. Kawasan-kawasan yang bertumbuh ini sering kita sebut dengan kota baru ataupun pusat bisnis baru. Atau dalam bahasa kerennya lebih sering disebut dengan Central Business District (CBD)
Dalam benak kita, Central Bussiness District (CBD) identik dengan deretan gedung perkantoran, ruko, hotel perumahan dan apartemen. Personifikasi terhadap CBD adalah satu tingkat dengan ibukota atau pusat kota yang lengkap dengan berbagi fasilitas, mulai dari pemukiman, kawasan komersial hingga fasilitas lain seperti rumah sakit, pusat pendidikan dan sarana tempat ibadah.
Tumbuhnya CBD-CBD ini tentu tidak bisa lepas dari perkembangan dunia usaha yang kiat pesat, serta pertumbuhan penduduk disatu wilayah tersebut yang begitu cepat, Seperti di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Hal ini sudah barang pasti mendorong pengembangan kawasan atau wilayah lain terutama di sekitar DKI Jakarta menjadi pusat-pusat bisnis baru. Karena Daerah Ibu Kota Jakarta yang memiliki luas sekitar 65.000 hektare (ha) ternyata tidak banyak memiliki pusat bisnis CBD. Atau dengan kata lain, CBD yang ada di Ibu kota Jakarta sudah tidak mampu lagi menampung dan mendukung perkembangan dunia usaha yang bergerak sangat cepat.
Tren yang terjadi semenjak kebangkitan bisnis properti tahun 2000 lalu, cukup menarik untuk kita simak. CBD atau pusat-puast bisnis yang selama ini lebih terkonsetrasi di daerah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat seperti CBD Sudirman, Mangga Dua serta Roxi, sekarang perlahan tapi pasti mulai merambah kekawasan strategis lainnnya di empat wilayah Jakarta. Apa yang terjadi di CBD Pluit, Bumi Serpong Damai (BSD), CBD Daan Mogot, Jababeka, dan Kelapa Gading merupakan salah satu bentuk pengembangan dari CBD yang sebelumnya sudah ada di Ibu Kota. Menariknya lagi, seiring dengan pengembangan wilayah Bodetabek (Bogor-Depk-Tangerang dan Bekasi) sebagai kawasan penyangga Ibukota Jakarta, maka secara alamiah pusat-pusat bisnis yang ada juga semakin melebar ke wilayah pinggiran.
Hal ini tentu saja juga akan berdampak secara ekonomi kepada wilayah-wilayah itu, yang mungkin sebelumnya hanya merupakan daerah kosong, bahkan masih berupa rawa-rawa, di mana tidak ada pergerakan ekonomi sama sekali. Kini, dengan berkembangnya pusat bisnis baru, disertai dengan maraknya pembangunan properti di daerah itu, maka otomatis perekonomiannya pun menjadi lebih bergairah. Orang-orang akan ramai berdatangan untuk tidak melepas kesempatan besarnya mengembangkan bisnis yang mereka miliki di daerah pertumbuhan baru tersebut. Dampaknya, arus perdagangan meningkat, sehingga peredaran dan perputaran uang di wilayah itupun menjadi lebih besar.
Tak hanya itu, dengan mulai bertumbuh ekonominya, maka secara otomatis daerah tersebut juga akan mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Sehingga, daerah itupun akan menjadi incaran para pendatang sebagai tempat tinggal atau hunian mereka. Dan pada akhirnya akan berakibat pada kenaikan harga properti dengan laju yang lebih cepat dibanding daerah yang lain. Apalagi ditunjang dengan akses yang makin terbuka menuju wilayah tersebut. Lokasi-lokasi yang diincar untuk dijadikan pusat bisnis baru, memang lokasi-lokasi yang masih memiliki akses langsung dengan kota Jakarta. Karena, walau bagaimanapun, peran Jakarta sebagai ibu kota negara serta pusat bisnis Indonesia tentu tidak bisa dilepaskan begitu saja. Tak heran, dari beberapa kota-kota baru yang ada, pada umumnya, memiliki akses tol langsung ke Jakarta maupun sebaliknya.
Dibangun Pengembang Besar
Seperti yang telah digambarkan diatas, saat ini sebenarnya cukup banyak Central Bussines District (CBD) yang dikembangkan pengembang-pengembang besar. Tidak hanya di wilayah Jakarta, namun di daerah penyangga ibukota pun sudah marak pengembangan pusat-pusat bisnis baru ini. Tengok saja misalnya di daerah Tangerang, terutama di daerah Serpong, dimana dengan populasi yang semakin tinggi, akses yang mendukung, tentu kawasan ini juga memiliki peluang besar untuk dikembangkan sebagai CBD. Dan peluang ini jugalah yang dilihat Grup Sinar Mas sebagai pengembang BSD untuk membangun CBD Serpong. Komitmen manajemen BSD untuk mengembangkan CBD baru di BSD sudah terlihat sejak maraknya pembangunan pusat perbelanjaan dengan skala menengah-besar di jalur sepanjang delapan kilo meter tahun 2003 lalu. Salah satunya yang dibangun adalah Serpong Plaza, pusat belanja berlantai lima dengan 700 outlet, dengan investasi sekitar Rp80 miliar.
Belum lagi dengan pembangunan ruko-ruko baru dikawasan BSD, semakin membuat kawasan ini menjadi lebih hidup. Sementara Whole Trade Center (WTC) Matahari milik Grup Lippo cold Storage dan pusat hiburan (Time Zone) terbesarnya telah beroperasi sebelumnya. Jangan, kaget jika Anda melwati sepanjang jalan gerbang tol Tangerang samapi ke BSD, pertumbuhannya sangat pesat. Sebelumnya dikawasan Tangerang ini juga sudah dikembangkan pusat bisnis yaitu di Lippo Karawaci yang dikembangkan oleh Grup Lippo.
Jika ditengok lebih dalam, pemain-pemain dalam mengembangkan pusat bisnis baru ini kebanyakan adalah para pengembang besar. Selain Sinar Mas dan Grup Lippo, pengembang besar lainnya yang aktif mengembangkan CBD adalah Agung Podomoro Grup. Saat ini perusahaan yang dikomandani oleh Trihatma K. Haliman ini tengah sibuk membangun sebuah kawasan bisnis di wilayah Pluit yaitu CBD Pluit. Bekerja sama dengan Jakarta Propertindo (Perusahaan BUMD DKI Jakarta), Agung Podomoro siap mengembangkan CBD baru diatas lahan seluas 15 ha.
Untuk tahap pertama, perumahan elit dengan konsep rumah taman; kondominium; ruko; boutique office; shopping mall dan apartemen akan dikembangkan di atas lahan seluas 10 ha. Disusul dengan pembangunan tahap kedua untuk hotel, perkantoran dengan ball room yang sangat luas. Total unit yang akan dikerjakan GAP berjumlah 806 unit, yang terdiri dari 18 unit boutique office, ruko (106 unit), kondominium (622 unit) dan garden house sebanyak 60 unit. Untuk garden house dan ruko, starting proyeknya dimulai April 2004, dan diperkirakan selesai Desember 2005. Sedangkan kondominium, direncanakan rampung di 2006.
Sementara itu, di wilayah Jakarta Barat, pusat bisnis baru yang dikembangkan adalah Daan Mogot Baru. Meski pun di kawasan barat sudah memiliki kawasan pusat bisnis seperti Mangga Dua dan Roxi, namun kedua pusat bisnis tersebut dirasakan belum cukup melayani seluruh kawasan Barat Jakarta yang sudah begitu padat, apalagi yang berbatasan langsung dengan Tangerang yang juga berkembang sangat pesat. Pusat bisnis yang berlokasi persis di perbatasan Jakarta Barat dan Tangerang ini dikembangkan oleh PT Fajar Surya Perkasa. Kawasan Daan Mogot Baru ini merupakan kawasan terpadu yang lengkap dengan fasilitas seperti mal, rumah sakit, sekolah internasional, serta fasilitas lainnya.
Dari kawasan Timur Kota Jakarta, sepertinya juga tak mau ketinggalan. Bahkan dikawasan yang selama ini dianggap pertumbuhannya paling lambat dari empat wilayah lainnya di Jakarta, ternyata lebih dahulu mengembangkan konsep pusat bisnis baru ini. Lihat saja misalnya Lippo Cikarang dan Jababeka. Saat ini di Lippo Cikarang susah terbagun sekitar 8.000 unit rumah dengan berbagai tipe. Menariknya lagi dikawasan kota yang berbasis ekonomi industri yang dikembangkan Lippo Land ini setiap harinya ramai oleh aktivitas bisnis dari sekitar 200.000 orang, mulai dari pekerja pabrik yang hingga kini masih tetap produktif maupun mereka yang berkiprah di unit bisnis pribadi. Fasilitas yang ada di Lippo Cikarang-pun tergolong lengkap. Mulai dari hotel berbitang lima, sarana pendidikan mulai dari pra sekolah hingga pendidikan tinggi, rumah sakit bertaraf internasional, taman rekreasi, pusat belanja maupun sport center.
Tidak hanya itu, di Bekasi pun saat ini tengah banyak dikembangkan pusat bisnis baru. Lihat saja seperti Blue Oasis City. Megaproyek yang berlokasi di Bekasi Timur, tepatnya di sudut pertemuan antara Jl Cut Meutia dan Jl. Chairil Anwar ini, akan dikembangkan pusat bisnis terpadu yang pertama di Bekasi. Dikembangkan diatas lahan seluas 8 ha, pada tahap pertama selain dibangun apartemen, secara bersamaan juga digenjot pembangunan Hotel Holiday Inn (Bintang Tiga Plus) berkapasitas 200 kamar tidur, dan mal seluas 125.000 m2 yang ditengah tengahnya ada fasilitas rekreasi water theme park (semacam water boom). Dan proyek kota didalam kota ini kedepan akan menjadi landmark baru Kota Bekasi.
Sukses Kelapa Gading
Salah satu dari sekian banyak pusat-pusat bisnis baru atau kawasan dengan konsep kota di dalam kota yang dikembangkan pasca krisis, Kelapa Gading boleh dikatakan salah satu kawasan yang dianggap paling sukses. Bagaimana tidak, kawasan yang dipercaya sebagai kawasan “Kepala Naga” ini memiliki pertumbuhan bisnis yang sangat pesat. Tak heran, tidak sedikit enduser maupun investor yang tertarik untuk berusaha ataupun hanya sekedar tinggal di kawasan ini. Sebagai pusat bisnis atau CBD, berbagai jenis usaha dikembangkan di Kelapa Gading saat ini. Tidak hanya itu, berbagai proyek berskala besar baik subsektor residensial maupun komersial saat ini sudah dan tengah dikembangkan. Apalagi dalam empat tahun terakhir, kawasan ini boleh dikatakan semakin jauh meninggalkan kawasan berkembang lainnya di sekitar Jakarta.
Berbeda dengan kawasan-kawasan berkembang lainnya, Kelapa Gading boleh dikatakan sebuah anomali di bisnis properti. Bagaimana tidak, meski musibah banjir besar yang melanda kawasan ini pada sekitar awal tahun 2001 lalu, dan hampir menenggelamkan areal seluas 558,04 hektar ini, namun animo enduser maupun investor untuk memiliki properti tidak pernah surut. Hal ini jelas berbeda dengan kawasan-kawasan yang juga terkena musibah yang sama pada masa itu, dimana animo konsumen untuk memiliki properti langsung menurun.
Adalah grup pengembang PT Summarecon Agung yang berhasil menyulap sekitar 300 hektar areal ini menjadi kawasan pemukiman dan bisnis paling menarik di Jakarta Utara, bahkan di Jabodetabek. Saat ini, lebih dari 10 ribu Kepala Keluarga dengan mayoritas kelas menengah ke atas bermukim di sini.
Jika kita kilas balik ke belakang, nama Sucipto Nagaria mungkin patut dicatat dalam sejarah perkembangan kawasan Kelapa Gading. Pertengahan tahun 1976 silam, Sucipto muda, mulai menginjakan kaki di kawasan yang berbatasan langsung dengan Jakarta Pusat dan Bekasi ini. Melihat kondisi Kelapa Gading saat ini, tentu tidak pernah terbayangkan oleh Sucipto bakal menjadi raja properti di Kelapa Gading. Maklum, kala itu kawasan yang termasuk wilayah Jakarta Utara ini tidak sepopuler sekarang.
Untuk mencapai Kelapa Gading saja pada masa itu harus melawati lumpur dan rawa. Harga tanah pada masa itu juga masih sangat murah yaitu hanya dengan Rp 500 hingga Rp 1000/m2. Bandingkan dengan harga tanah di Kelapa Gading saat ini yang sudah mencapai lebih dari Rp 7 juta /m2 bahkan sudah menembus Rp 8 juta/m2. “Dari jalan perintis kemerdekaan menuju Kelapa Gading harus berjuang dulu dengan rawa yang penuh lumpur,” ujar Sucipto Nagaria. (Sang Pelopor Kota Kelapa Gading: Bisnis Properti, edisi Desember 2003)
Dalam perjalanannya, Sumarecon Agung telah berhasil mengembangkan areal komersial seluas 20 hektar di Kelapa Gading. Di atas lahan tersebut, PT Summarecon Agung mengembangkan pusat belanja modern Mal Kelapa Gading 1, 2 dan 3. Guna lebih melengkapi fasilitas dikawasan ini, di areal yang sama juga dibangun Food City, La Piazza, Bursa Mobil, serta Mesjid Al Musyawarah. Sebagai perintis pengembangan kawasan Kelapa Gading Permai, PT Summarecon Agung terus berupaya menciptakan kawasan ini menjadi kawasan yang benar-benar mandiri. Terakhir Apartemen The Summit dengan kapasitas 390 unit dalam 2 tower dengan ketinggian 24 lantai pun mulai dikembangkan. Nantinya, di area yang sama juga akan dikembangkan proyek perkantoran, hotel serta gedung parkir.
Disisi lain, kawasan komersial area yang juga tak kalah besarnya yang dikembangkan Grup Summarecon Agung adalah kawasan ruko sepanjang empat kilometer di Jalan Boulevard Raya. Boleh dikatakan, inilah kawasan ruko terpanjang di Indonesia. Area ini juga merupakan areal yang paling hidup dan tak pernah sepi selama 24 jam. Sebelumnya, berbagai kawasan perumahan eksklusif di Kelapa Gading Permai, seperti Gading Kusuma, Gading Park View, Gading Riviera dan sebagainya, juga telah dikembangkan.
Seiring perjalanan waktu, 28 tahun kemudian, kawasan Kelapa Gading terus berkembang menjadi kawasan moderen yang syarat dengan gaya hidup kontemporer. Terbentuknya kota dalam kota atau pusat bisnis baru disekitar Jakarta dengan dilengkapi berbagai fasilitas sosial maupun umum, membuat kawasan ini menjadi incaran investor dan pengembang. Tidak kurang dari 22 pengembang ikut meramaikan dan mencari peruntungan di Kelapa Gading.
Di luar Summarecon Agung, pengembang besar lainnya seperti grup Agung Podomoro, Swadaya Pandu Artha (grup Artha Graha), Gading Kirana, juga tak mau ketinggalan. Mereka hadir dengan proyek komersial maupun resdensial. Seperti PT Swadaya Pandu Artha misalnya, mereka hadir dengan proyek Mal Artha Gading yang mereka bangun diatas lahan seluas enanm hektar dengan luas bangunan 240.000 m2. Mal Artha Gading ini nantinya bukan hanya sekdar kumpulan supermarket, pertokoan ataupun pusat makanan. Namun melihat kebutuhan warga Kelapa Gading dan sekitarnya, Mal Artha Gading memiliki terobosan yang inovatif dengan menawarkan unit-unit toko sekelas shopping mall yang mempunyai segmen pasar yang berbeda. Proyek yang menelan investasi sebesar Rp 500 miliar, dibangun dalam delapan lantai yang terdiri dari 800 unit toko.
Selain itu, Grup Artha Graha ini juga aktif dalam mengembangkan kawasan pemukiman serta area komersial lainnya seperti ruko. Sementara itu, Grup Agung Podomoro hadir dengan berbagai proyek seperti perumahan, apartemen dan town square.
Meski secara mikro terjadi persaingan ketat antara pengembang di Kelapa gading, namun pada suatu kesempatan Sucipto Nagaria, pernah menegaskan bahwa banyaknya pengembang yang berada di lokasi kawasan Kelapa Gading bisa dijadikan sinergi untuk menjadikan kawasan ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Dengan kata lain, persaingan yang tinggi antar pengembang tersebut, justru akan membuat kawasan Kelapa Gading makin hidup dan lengkap sebagai kota mandiri.
Di sisi lain, dengan semakin menariknya pasar properti di Kelapa Gading, agen properti pun menjamur dikawasan ini. Selain lima pemain besar agen properti ditanah air seperti ERA Indonesia, Ray White Indonesia, Raine & Horne Indonesia, LJ Hooker Indonesia, dan Century 21 Indonesia, tidak kurang 40 agen properti lainnya ikut bersaing untuk memasarkan properti, baik pasar primer maupun sekunder di Kelapa Gading.
Transaksi yang mereka lakukan pun cukup menakjubkan. Diperkirakan, dari seluruh agen propoerti yang beroperasi di Kelapa Gading, tidak kurang dari Rp 2 sampai 3 triliun setiap tahunnya. Jumlah ini setara dengan seperempat dari total transaksi properti seluruh agen properti nasional yang diperkirakan jumlahnya mencapi Rp 11,5 triliun.
Menariknya kawasan Kelapa Gading bagi para investor maupun enduser cukup beralasan. Disatu sisi kawasan Kelapa Gading ini benar-benar sudah hidup, disisi lain, terutama dikawasa-kawasan favorit seperti di Jl. Raya Boulevard, Janur Elok, Gading Kirana, Bukit Gading Mediterania, serta beberapa kawasan lainnya, perkembangan harganyapun sangat pesat. Misalkan saja untuk untuk ruko dikawasan boulevard raya, harganya sudah mencapai Rp 1,9 miliar hingga Rp 2 miliar perunit ( tiga lantai) dan Rp 1,3 miliar hingga Rp 1,5 miliar perunit untuk ruko yang dua lantai, atau naik sekitar 10% hingga 15 % dari tahun sebelumnya.
Satu hal lagi yang perlu dipertimbangkan, saat ini sedang dibangun berbagai fasilitas yang diperkirakan akan mamapu mendongkrak dan memberikan akselerasi terhadap pertumbuhan kawasan Kelapa Gading. Selain Mal Kelapa Gading, juga sedang dan telah dibangun lima pusat perbelanjaan baru, yaitu, Mal Artha Gading, Kelapa Gading Square, Sport Mal, Kelapa Gading Trade Center, dan Auto Mal.
Memang, ada sebagian kalangan yang agak pesimis dengan kehadiran banyak mal di Kelapa Gading ini. Mereka kuatir dengan bayaknya fasilitas seperti mal di Kelapa Gading akan membuat kawasan ini akan menjadi tidak nyaman lagi. lebih parah lagi akan berpotensi macet layaknya kawasan lainnya di Jakarta. Maklum, sekarang ini saja terutama pada jam-jam sibuk, sudah terjadi antrean kendaraan yang amat panjang di jalan boulevart Kelapa Gading. Bagaimana kalau enam mal besar sudah beroperasi semua? Tentu akan lebih parah lagi. Sementara itu, kekuatiran lain adalah musibah banjir yang akan lebih besar lagi, bukan tidak akan mungkin terjadi. Karena saat ini hampir sulit menemukan tanah kosong untuk tadah hujan.
Guna mengantisipasi hal tersebut, serta untuk memenuhi komitmen untuk menjadikan Kelapa Gading sebagai pusat bisnis baru dan modern, PT Summarecon Agung Tbk terus membangun fasilitas terbaru termasuk operasional shuttle bus Summarecon di Kelapa Gading. Tidak hanya itu, Summarecon tidak ragu-ragu mengeluarkan dana sebesar Rp 2 miliar untuk membangun waduk guna salah satu bentuk usaha dalam mengantisipasi banjir tersebut.
Perlu di Sambut Baik
Perlahan tapi pasti, kawasan pinggiran Jakarta dan sekitarnya semakin menggeliat. Entah terinspirasi dengan kesuksesan Kelapa gading atau tidak, yang jelas pengembangan kawasan bisnis baru atau CBD dalam beberapa tahun terakhir ini memang menjadi tren. Tren ini semakin berkembang seiring peluang bisnis dengan membangun kawasan pusat bisnis baru semakin besar. Apalagi dalam empat tahun terakhir, kondisi perekonomian nasional semakin membaik.
Disisi lain, menjamur nya pusat-pusat bisnis baru di wilayah Jakarta dan sekitarnya patut disambut dengan baik. Karena, walau bagaimanapun pembangunan Pusat-pusat bisnis baru diluar kota Jakarta memang sudah sangat dibutuhkan. Secara distribusi peluang bisnis, hal ini tentu berdampak positif. Karena kesenjangan antara Jakarta dengan wilayah sekitarnya akan kian menipis. Disamping itu, peredaran uang tentu akan lebih merata, atau boleh dikatakan tidak akan hanya menumpuk di wilayah Jakarta Pusat saja, seperti yang selama ini terjadi.
Meski demikian, bagi pengembang tentu perlu mempertimbangkan beberapa faktor jika ingin mengembangkan kawasan pusat bisnis baru ini. Selain lokasinya harus strategis, akses yang menghubungkan dengan kawasan luar pun terutama dengan Jakarta pusat haruslah baik. Seperti umumnya kota-kota baru ataupun pusat-pusat bisnis baru yang sedang maupun yang telah dikembangkan selama ini, umumnya kawasan tersebut memiliki akses tol ataupun memiliki banyak alternatif jalan yang menghubungkan dengan kota Jakarta dan kawasan lainnya.
Apapun, ditilik dari perkembangan kawasan di Jabodetabek, serta melihat arus urbanisasi yang semakin besar setiap tahunnya, yang mencapai rata-rata 200 hingga 250 orang yang membuat kota Jakarta semakin sumpek, dan pesatnya perkembangan dunia bsinis kedepan, jelas kota Jakarta tak akan mampu lagi menampung segala kebutuhan tersebut. So, sekali lagi pembangunan kota dalam kota ini patut didukung.
Terlepas dari kekukurang-kekurangan yang ada di kawasan Kelapa Gading, tidak ada salahnya jika membangun sebuah kawasan bisnis baru, pengembang bisa mencontoh kesuksesan kawasan yang sudah dikembangkan sebelumnya, terutama Kelapa Gading. Dengan demikian, selain hal ini merupakan peluang bisnis yang besar, peran pengembang dalam membantu pemerintah DKI Jakarta akan lebih semakin nyata. Bagaimana tidak, dengan membangun pusat-pusat bisnis baru, pengembang telah menciptakan suatu CBD baru dalam kerangka pengembangan Jakarta sebagai kota metropolitan.
Di samping itu, pengembang juga membantu meyelesaikan masalah pertumbuhan kota Jakarta ke arah yang lebih luas lagi secara berkelanjutan. Dan hal yang juga tak kalah pentingnya adalah, pengembang dapat menciptakan suatu struktur urban yang lebih efisien dengan mengoptimalkan penggunaan lahan, penyempurnaan sarana prasarana dan sitem transportasi yang terpadu. *) Sumber : Property Bank
07 Agustus, 2007 18:18
Rame-rame Bangun Pusat Bisnis Baru - Tren Pembangunan Pusat Bisnis Baru
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar :
Posting Komentar